Kaum Muda yang ingin berinvestasi dalam Pemilu 2024 disuguhkan oleh satu pesimisme yang akut. Politik uang, politik dinasti, dan tentu nepotisme yang begitu kental dari pemimpin tertinggi Negara ternyata tidak pernah hilang dari negeri kita. Kondisi ini diperparah dengan hukum yang sakit digunakan oleh kekuasan sebagai legitimasi palsu. Demokrasi sebagai satu pengharapan bagi semua, kadangkala hanya menjadi selogan kosong yang tidak mempunyai kaki sebagai suatu realita. Demokrasi tidak akan pernah mati kata Hatta hanya kadang dia akan tenggelam sementara dan pasti akan muncul kembali karena ia memiliki akar yang kuat dalam manusia Indonesia.
Tidak ada yang salah dari demokrasi tapi kesalahan serta kerancuan pemahaman terjadi pada orang yang mempraktikanya. Kadangkala disebabkan oleh kesalahan dalam memahami konsep “ex Falso Quodlibed” kesalahan suatu konsep akan menimbulkan suatu kesimpulan yang salah. Sebagai suatu konsep, demokrasi di Indonesia memiliki perjalanan yang panjang sehingga menjadi konsep yang siap diuji.
Salah satu parameter yang paling sering digunakan untuk mengukur seberapa dalam ukuran Demokrasi di praktikan di sebuah negara adalah bagaimana negara membuka kesempatan untuk mengungkapkan pendapat. Pemerintah harus siap dengan pemikiran dan pendapat yang berbeda dengan masyarakat, kritik dari dari masyarakat harus dipandang sebagai masukan terbaik yang harus didenggar dan diakomodir dengan baik dalam pengambilan kebijakan. Kesedian itulah yang hilang hari ini.
Jokowi sebagai presiden hari ini menampilakan berbagai macam kontradiski antara apa yang diucapkan dan apa yang senyatanya dia lakukan. Di media ia mengungkapan tidak mungkin anaknya untuk maju sebagai calon wakil presdien karena usia kemudian baru 2 tahun menjadi walikota Solo. Apa yang diucapakn kemudian ia bantah sendiri dengan putusan MK 90 yang membuka karpet merah bagi anaknya yang kemdian diketuk palu putusan oleh paman ustman. Begitu buruknya kah Demokrasi di Republik ini, diperparah dengan penggunaan alat negara untuk memenangkan sang anak presiden baik itu melalui bansos yang janggal.
“Demokrasi kita” sebagai sebuah tradisi yang di wariskan Moh. Hatta membangun satu paradigma yang patut untuk kita rawat secara terus menerus. Demokrasi kita merupakan symbol reflektif terhadap kondisi terkini yang kadangkala tidak sesuai dengan apa yang telah dirumuskan dan nilai-nilai dari para tokoh prakemerdekan serta para tokoh pembela demokrasi. Demokrasi kita muncul pertama kali ketika Presiden Soekarno yang merupakan pasangan dwitunggal Moh. Hatta ia keritik karena beragam kebijakan yang dinilai malah memundurkan demokrasi. Moh. Hatta menujukan satu keberpihakan terhadap kebenaran yang memiliki konsekuensi yang besar pada saat itu.
Sumber : Demokrasi Kita Moh. Hatta
Penulis : Ramdhan Zoelva